K U A T
Aku bertemu Mas Gima secara tidak sengaja di Stasiun Purwokerto, ketika hendak pulang ke rumah. Dia salah seorang seniorku di Osipital. Tak disangka-sangka, kami satu kereta, bahkan satu gerbong. Kursi kami hanya terpisah beberapa baris. Lalu dia menawarkan agar aku duduk bersamanya. Aku senang bertemu dengannya. Banyak yang kami obrolkan. Sebagian besar tentang pendidikan. Senang karena aku merasa mendapat pelajaran dari apa yang dia bicarakan. Tapi sekaligus juga sedih. Aku sedih karena yang aku tangkap tampaknya dia menganggap "perempuan sebaiknya mengambil pendidikan lanjutan ke bidang yang tidak terlalu menguras waktu, tenaga, dan pikiran". Bagusnya karena hal itu baginya untuk kepentingan keluarga. Tapi aku kenal perempuan-perempuan kuat yang punya cita-cita yang sama kuatnya dengan diri mereka. Dan aku mendukung cita-cita itu. Aku juga yakin perempuan-perempuan itu kelak akan mampu melakukan yang terbaik untuk keluarganya. Punya cita-cita itu berat. Karena ...